Ketika al-Qur'an diturunkan, ramai kaum tak beriman mencemoohkan.
(Mereka mengatakan): "Itu hanya kisah dan cerita masa lalu; bukan penelitian yang baru, bukan pemikiran yang canggih;
Bahkan anak kecil pun bisa memahaminya: hanya tentang hal-hal yang diperintahkan dan hal-hal yang dilarang.
Kisah tentang Yusuf- tentang betapa tampannya dia, kisah ayahnya Ya'qub, Zulaikha dan gairahnya.
Naskah biasa saja, semua orang dapat memahami maknanya: tidak terdapat bagian yang membingungkan akal."
Dia berkata:
"Jika menurutmu mudah, buatlah satu surat saja yang semisal[1] dan semudah al-Qur'an ini.
Kerahkanlah jin, manusia dan cerdik-pandai diantaramu, menandingi dengan satu ayat yang semisal."
Ketahuilah, kalimah dalam al-Qur'an itu memiliki pengertian literal dan makna-dalam yang sangat agung.
Dan dibalik makna-dalam itu, terdapat lapisan makna ketiga yang didalamnya semua kecerdasan hilang akal.
Tentang makna lapis ke empat dari al-Qur'an: sama sekali tak ada yang dapat memahaminya, kecuali Tuhan, yang bagi-Nya tak ada sekutu, yang bagi-Nya tak ada suatu pembanding.
Karena itu anakku, jangan membaca al-Qur'an hanya demi makna luarnya belaka.
Azazil memandang sang Insan, dan didapatinya dia tersusun hanya dari tanah liat belaka.
Aspek luar al-Qur'an itu seperti jasmani insan: ciri-cirinya tampak; sementara jiwanya tersembunyi.
Boleh jadi kau tinggal bersama sanak-saudaramu selama seratus tahun, tapi tak setipis rambut pun mereka pernah mengenal jiwamu.
Catatan:
[1] Qs Al Baqarah [2]: 23
Sumber:
Jalaluddin Rumi, Matsnavi III: 4237-4249
Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Nicholson.
Post a Comment (0)