Lepaskan lah beban kehidupan ini, agar dapat kukunjungi taman kaum yang saleh.
Lalu, bagai ashabul-kahfi, kutelusuri jalan penuh karunia ketika tak lagi ku terjaga, bukan pula ku tertidur.
Ku kan berbaring ke sebelah kanan, atau ke sebelah kiri; tak akan aku berguling bagai bola, kecuali tak sengaja.
Seperti itu lah, wahai Al-Hakim, Engkau membolak-balikkan aku kadang ke kanan, kadang ke kiri.[1]
Ratusan ribu tahun aku melayang kesana-kemari, bak debu di udara.[2]
Telah kulupakan keadaan saat itu, tapi ketika jiwaku tengah lebur, dibawa aku kembali kesana, dan perlahan ingatanku pulih.
Setiap malam kudamba kemerdekaan dari salib bercabang empat ini,[3] dan melesat dari wadah sementara yang sesak ini, menuju padang ruhaniyah nan lapang.
Bersama sang juru-rawatku: tidur yang lebur, kuhirup kembali susu berupa pengetahuan masa-masaku yang telah berlalu, yaa Rabbi.
Semua makhluk melarikan diri dari kehendak-bebas dan keberadaan diri mereka sendiri menuju sisi ketidak-sadaran.
Agar sejenak mereka dapat rehat dari terbatasnya kesadaran mereka, mereka gunakan bantuan minuman dan irama.[4]
Semua makhluk berakal paham, keberadaan ini bisa memerangkap, dan hilir-mudiknya pikiran dan ingatan dapat menjadi sebuah neraka.
Wahai manusia yang berakhlak baik, lihatlah mereka bergegas tinggalkan keakuan diri menuju ketiadaan ego; dengan meleburkan-diri, atau dengan amal yang berat.
Catatan:
[1] Dari QS al-Kahfi [18]: 18, "... dan Kami bolak-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri..."
[2] Ini tentang periode ketika jiwa belum dimasukkan ke dalam jasmani.
[3] Lepasnya jiwa dari penjara jasmani (yang terbentuk dari 4 unsur).
[4] "Minuman," kesegaran pengetahuan yang baru terpahami; "irama," ritme jalannya kehidupan yang berpola selaras pengajaran-Nya.
Sumber:
Jalaluddin Rumi, Matsnavi VI: 216-227
Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Nicholson.
Post a Comment (0)